Jabar - Rabu, 29 Agustus 2012 | 10:45 WIB
ANDRIS Wijaya kaget bukan kepalang. Dia tak mengira nasi liwet instan ciptaannya mampu menyabet Anugerah Inovasi Jawa Barat (AIJB) 2012 kategori bidang pangan.
Perjuangan lelaki kelahiran Garut 34 tahun silam ini memang tak mudah. Namun, berkat ketelatenannya, Andris mampu mengangkat kuliner tradisional Jawa Barat menjadi olahan kuliner modern. Pengolahan liwet yang biasanya rumit, kini sudah praktis seperti membuat mi instan.
Penemuan liwet instan berawal saat Andris melihat keunggulan beras Garut. Awalnya, sang ayah almarhum Dedi Mulyadi, memiliki usaha jualan beras Garut merek 1001 sejak 1974. Beras Garut 1001 ini merupakan varietas padi Sarinah yang sudah sohor.
“Pada 1984, kami pernah mengalami masa jaya. Pada waktu itu, pengiriman beras 1001 ke Jakarta bisa mencapai 57 ton per hari. Bahkan para distributor harusindent karena saking banyaknya permintaan,” ucap Andris kepada INILAH di Gedung Sate Jalan Diponegoro Kota Bandung, Senin (27/8).
Meski mengalami masa jaya, saat itu keluarga Andris mengalami kerugian cukup besar. Beras kiriman ke Jakarta ternyata karungnya diganti merek Pandan Wangi Cianjur. Akhirnya pada 1996, sang ayah meninggal sehingga CV 1001 vakum.
Setahun kemudian, Andris yang baru saja lulus dari Diploma Program Studi Teknik Energi Politeknik ITB (sekarang Politeknik Bandung), meneruskan usaha keluarganya. Andris mengalami jatuh bangun berbisnis, sampai puncaknya akan menjual pabrik karena terlilit utang sebesar Rp200 juta.
Lantaran pabriknya tak kunjung dibeli, Andris memutuskan memperdalam ilmu perberasan Garut dan mesin penggilingan di pabrik. Akhirnya, pria berkacamata ini bisa mengetahui keunggulan beras Garut yang tidak dimiliki beras lain.
“Jika sudah ditanak, beras Garut tidak hambar, warnanya putih tanpa pemutih, tahan lama di rice cooker. Uniknya tidak berubah warna, tidak berbau, rasanya tetap enak,” tuturnya.
Andris putar otak. Dia pun mengubah sistem penggilingan beras, dari satu kali menjadi tiga kali, pada tiga mesin penggilingan merek Ichi milik pabrik keluarga. Intinya beras dicuci dan divakum dedaknya sehingga tidak ada kutu beras lagi.
Dia pun bisa meraih kejayaan dengan beras Garut 1001. Seperti semula, masih saja ada oknum curang dengan mengganti karung berasnya oleh cap Jago Thailand.
“Saya pun harus berusaha keras untuk lebih memopulerkan beras Garut. Saya bereksperimen dengan nasi liwet yang bisa dijajakan di rumah makan Garut. Jadilah liwet instan sekarang,” ungkapnya.
Untuk memulai usaha, Andris perlu merogoh kocek sebesar Rp30 juta. Itu pun baru sebatas eksperimen saja. Saat mencari resep nasi liwet, dia sampai perlu mendatangi beberapa restoran yang menyajikan menu nasi liwet.
“Formula yang saya cari adalah bumbu serta beras yang bisa tahan lama. Jadi sederhana agar orang bisa membuatnya kapan pun dan di mana pun. Orang tak perlu kastrol lagi untuk ngaliwet. Sekarang waktunya pun cukup 20 menit dan bisa tahan hingga tujuh bulan,” katanya.
Produk yang telah terdaftar di Dinas Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini memiliki tiga rasa, yakni jengkol, jambal, dan petai, dengan beras beraroma jeruk dan jambu. Namun, demi memenuhi tuntutan konsumen, Andris membuat liwet instan dengan 3 rasa baru, yakni original, cumi, dan teri.
Puncaknya saat mantan Wakil Bupati Garut Diky Candra memborong dagangannya untuk diperkenalkan pada Bupati Aceng M Fikri. Sejak saat itu, nama nasi liwet instan 1001 mulai dikenal dan diburu wisatawan yang mengunjungi Garut.
Lewat keuletannya, kini Andris memiliki keuntungan Rp300 juta per minggu dari penjualan beras curah Garut 1001 dan Rp20 juta per hari dari nasi liwet instan 1001.
Oleh: Dery Fitriadi GinanjarSumber : http://www.inilahjabar.com/read/detail/1898740/kini-ngaliwet-tak-usah-lagi-pakai-kastrol